RAPBN 2017 Masih Belum Realistis

24-08-2016 / KOMISI XI

Anggota Komisi XI DPR RI Refrizal menilai RAPBN 2017 masih belum realistis. Hal itu berkaca pada pertumbuhan tahun 2015 yang hanya sebesar 4,8 persen, dimana menjadi terendah dalam lima tahun terakhir.  Daya Saing Ekonomi Global (Global Competitiveness Report) tahun 2015-2016 Indonesia pun juga mengalami penurunan hingga 3 peringkat, dari 34 menjadi 37 dari 140 negara.

 

“Inilah salah satu alasan mengapa saya katakan RAPBN 2017 masih belum realistis,” ungkap Refrizal pasca pembacaan pandangan fraksi-fraksi mengenai RUU tentang APBN Tahun 2017 beserta Nota Keuangannya, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).

 

Refrizal menambahkan, saat ini suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,3 persen, dinilai masih terlalu tinggi. Bagi Refrizal, harusnya hal itu dapat ditekan di kisaran 5 persen. Padahal, SPN yang tinggi menunjukkan fundamental ekonomi masih belum baik dan akan memengaruhi beban APBN ke depan.

 

“Masih tingginya SPN akan menyulitkan rencana pemerintah untuk mewujudkan bunga perbankan single digit,” ungkap legislator dapil Sumatera Barat II ini.

 

Selain dari sisi SPN, target tingkat kesenjangan (gini ratio) sebesar 0,38 pada RAPBN 2017 masih terkesan terlalu optimis. Walaupun ada tren penurunan gini ratio, namun faktanya, jelas Refrizal, kontribusi pengeluaran penduduk 40% terbawah justru mengalami penurunan, yaitu dari 17, 2% pada Maret 2015 menjadi 17,02%

 

“Artinya, ini mengindikasikan bahwa turunnya gini ratio belum mencerminkan makin sejahteranya masyarakat miskin, melainkan lebih didorong karena makin sejahteranya kelas menengah,” jelasnya.

 

Dengan demikian, Refrizal meminta pemerintah harus memperhatikan potensi ledakan sosial akibat semakin tingginya kesenjangan di masyarakat. Diperkirakan sekitar 10 persen orang terkaya menguasai 77 persen dari total kekayaan nasional. Sehingga, 200 juta lebih penduduk Indonesia hanya menikmati distribusi kue pembangunan tak lebih dari 25 persen.

 

“Indikatornya lainnya mengenai tingkat kesenjangan antara lain, masih tingginya inflasi di perdesaan, terutama pada bahan makanan, nilai tukar petani belum membaik secara signifikan dan masih minimnya realisasi kredit UMKM yang hanya sekitar 18 persen dari total kredit perbankan,” ujar Refrizal.

 

Oleh karena itu, Refrizal berharap pemerintah harus lebih memerhatikan kualitas dalam penyusunan APBN karena akan berdampak besar bagi masyarakat. “Dengan demikian RAPBN yang realistis dan kredibel adalah hal yang sangat mendasar,” pungkasnya. (hs,mp)/foto:iwan armanias/iw.

BERITA TERKAIT
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...
Komisi XI Minta BI Lakukan Sosialisasi Masif Penggunaan ID Payment
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Batam-Komisi XI DPR RI menyoroti isu Payment ID yang belakangan menuai polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut terjadi lantaran...
PPATK Jangan Asal Blokir Rekening Masyarakat
13-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Pemblokiran puluhan juta rekening oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik. Diberitakan di berbagai...